Hukum Ucapan "Allah Dimana-mana"

Ulama : Syaikh ‘Abdullah bin Baz
Kategori : ‘Aqidah

Pertanyaan :

Saya teringat sebuah kisah di salah satu stasiun radio saat salah seorang anak bertanya kepada ayahnya tentang Allah, lalu sang ayah menjawab bahwa Allah berada di setiap tempat (di mana-mana). Pertanyaan yang ingin saya ajukan, "Bagaimana hukum syari’at terhadap jawaban yang seperti ini?"

Jawaban :

Itu adalah jawaban yang batil (salah) dan termasuk ucapan ahli bid'ah seperti Jahmiyyah, Mu'tazilah dan orang yang sejalan dengan madzhab mereka.

Jawaban yang tepat dan sesuai dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa Allah –Subhaanahu wa Ta’aala- berada di langit, di ‘Arasy, di atas seluruh makhluk-Nya dan Ilmu-Nya meliputi semua tempat sebagaimana yang didukung oleh ayat-ayat al Qur-an, hadits-hadits Nabi dan ijma' ulama Salaf. Di dalam al Qur-an, Allah berfirman :

"Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy." (Al-A'raf: 54).

Hal ini ditegaskan oleh Allah dengan mengulang-ulangnya dalam enam ayat yang lain di dalam kitab-Nya.

Makna istiwa' menurut Ahlus Sunnah adalah tinggi dan naik di atas ‘Arasy sesuai dengan keagungan Allah –subhanahu wata’ala-, tidak ada yang mengetahui caranya selain-Nya. Hal ini sebagaimana ucapan Imam Malik ketika ditanya tentang hal itu :

بِدْعَةٌ عَنْهُ وَالسَّؤُالُ وَاجِبٌ، بِهِ وَاْلإِيْمَانُ مَجْهُوْلٌ، وَالْكَيْفُ مَعْلُوْمٌ، اَلاِسْتِوَاءُ

"(Yang namanya) Istiwa' itu sudah dimaklumi sedangkan caranya tidak diketahui, beriman dengannya adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bid'ah."

Yang dimaksud oleh beliau adalah bertanya tentang bagaimana caranya. Ucapan semakna
berasal pula dari syaikh beliau, Rabiah bin ‘Abdurrahman. Demikian juga sebagaimana yang diriwayatkan dari Ummu Salamah. Ucapan semacam ini adalah pendapat seluruh Ahlus Sunnah; para sahabat dan para tokoh ulama Islam setelah mereka. Allah telah menginformasikan dalam ayat-ayat yang lain bahwa Dia berada di langit dan di ketinggian, seperti dalam firman-firman-Nya :

"Maka putusan (sekarang ini) adalah pada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar."
(Ghafir: 12).

"Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya." ( Fathir: 10).

"Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Al-Baqarah: 255).

"Apakah kamu merasa terhadap Allah yang di langit bahwa Dia menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang, atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatanKu." (Al-Mulk: 16-17).

Allah telah menjelaskan secara gamblang dalam banyak ayat di dalam kitab-Nya yang mulia bahwa Dia berada di langit, di ketinggian dan hal ini selaras dengan indikasi ayat-ayat seputar 'istiwa''.

Dengan demikian, diketahui bahwa perkataan ahli bid'ah bahwa Allah –Subhaanahu
Wa Ta’aala- berada di setiap tempat (di mana-mana) tidak lain adalah sebatil-batil perkataan. Ini pada hakikatnya adalah madzhab 'al-Hulul' (semacam reinkarnasi-penj.) yang diadaadakan dan sesat bahkan merupakan kekufuran dan pendustaan terhadap Allah –Subhaanahu wa Ta’aala- serta pendustaan terhadap Rasul-Nya –Shollallaahu ’alaihi wa sallam- di mana secara shahih bersumber dari beliau menyatakan bahwa Rabbnya berada di langit, seperti sabda beliau :

السَّمَاءِ؟ فِي مَنْ أَمِيْنُ وَأَنَا تَأْمَنُوْنِيْ أَلاَ

"Tidakkah kalian percaya kepadaku padahal aku ini adalah amin (orang kepercayaan) Dzat Yang berada di langit?" (HR. Bukhari, kitab al-Maghazi, no. 4351; Shahih Muslim, kitab az-Zakah, no. 144, 1064).

Demikian pula yang terdapat di dalam hadits-hadits tentang Isra' dan Mi'raj serta selainnya.

Rujukan :

Majalah ad-Da’wah, vol.1288, Fatwa Syaikh Ibnu Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.
Sumber : www.fatwa-ulama.com
Selengkapnya...

Khasiat Madu




Oleh : Arief Budi Setyawan


Dalam madu terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Petunjuk ilmiah ini sebenarnya telah 15 abad yang lalu Allah Subhaanahu wa Ta’aala kisahkan dalam Al-Quran :

“Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah; “ buatlah sarang-sarang di bukit-bukit dan ditempat-tempat yang dibuat manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)”. Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat tanda-tanda bagi orang yang memikirkan” (QS. An-Nahl: 68-69)

Madu mengandung glukosa (dekstrosa) dan fruktosa (levulosa) dalam jumlah yang tinggi. Menurut Winarno (1982), kadar dekstrosa dan levulosa yang tinggi mudah diserap oleh usus bersama zat-zat organic lain, sehingga dapat bertindak sebagai stimulant bagi pencernaan dan memperbaiki nafsu makan. Selain itu, madu juga memiliki sifat antimkiroba. Berdasarkan hasil peneliti Komara (2002), madu memiliki aktivitas senyawa antibakteri terutama pada baktero Gram (+), yakni bakteri S, Aureus, B. cereus.

Sejak dahulu madu sudah banyak diginakan oleh para ahli kedokteran untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Penyakit-penyakit yang berhasil disembuhkan antara lain : luka (pasca pembedahan, dibuktikan oleh ahli bedah Rusia Y. Krintsky), Penyakit saluran pernapasan bagian atas, flu, penyakit paru (TBC pulmonary), penyakit jantung (Avicena” bapak kedokteran” berpendapat bahwa madu adalah obat penyakit jantung yang manjur), penyakit perut dan usus, penyakit hati, penyakit syaraf dan penyakit kulit. Menutu Winarno (1982), berabad-abad lamanya madu telah digunakan untuk pengobatan penyakit jantung. Otot jantung bekerja tanpa istirahat Karen aitu memerlukan desktrosa sebagai sumber energi untuk menggantikan energi yang hilang.


Madu memiliki komponen kimia yang memiliki efek koligemik yakni asetilkolin. Asetilkolin berfungsi untuk melancarkan peredaran darah dan mengurango tekanan darah. Gula yang terdapat dalam madu akan terserap langsung oleh darah sehingga menghasilkan energi secara cepat bila dibandingkan dengan gula biasa.

Disamping kandungan gulanya yang tinggi (fruktosa 41,0 %; glukosa 35 %; sukrosa 1,9 %) madu juga mengandung komponen lain seperti tepung sari dan berbagai enzim pencernaan. Disamping itu madu juga mengandung berbagai vitamin
seperti vitamin A, B1, B2, mineral seperti kalsium, natrium, kalium, magnesium, besi, juga garam iodine bahkan radium. Selain itu madu juga mengandung antibiotik dan berbagai asam organic seperti asam malat, tartarat, sitrat, laklat, dan oksalat. Karena itu madu sangat tinggi sekali khasiatnya.

Hypocrates, ahli ilmu fisika membiasakan membiasakan diri makan madu secara teratur yang menyebabkan dia dapat mencapai usia 107 tahun, demikian juga halnya Aris Totoles, bapak dari “Natural Science” beranggapan bahwa madu memiliki sifat yang unik yang dapat meningkatkan kesehatan manusia dan memperpanjang usia, dalam arti dalam usia tua masih mempunyai stamina yang kuat dan gangguan penyakit sangat jarang dijumpai. Demikian juga Ibn sina (Avicenna), ilmuwan yang tersohor itu menganjurkan kita mengkonsumsi madu, karena dapat menjaga kekuatan sehingga masih mampu bekerja pada usia tua (senja). Dia juga menganjurkan agar manusia yang telah berusia 45 tahun sebaiknya mengkonsumsi madu secara teratur.

Madu mempunyai potensi sebagai basa karena itu ia dapat berfungsi sebagai desinfeksi terhadap rongga mulut. Nenek moyang kita sering menganjurkan penggunaan 10-15 persen larutan madu dalam air untuk kumur-kumur bagi orang yang selaput mulutnya sedang radang.

Pemberian madu pada anak-anak dapat meningkatkan kadar hemoglobin. Sebagai perbandingan, anak yang tidak diberi madu kandungan hemoglobinnya hanya naik sampai 4 persen selama 40 hari. Sedangkan yang mengkonsumsi madu disamping makan normal, kandungan hemoglobinnya naik 23 persen pada waktu yang sama.

Madu sangat baik sekali bagi bayi terutama madu randu (kapuk), apabila dicampur dengan susu. Hal ini karena madu mengandung cukup banyak besi sedang susu ibu atau susu sapi mengandung sedikit saja. Madu dengan kadar gula dan levulosa yang tinggi sangat mudah diserap oleh usus bersama dengan zat-zat organic lain, dengan demikian dapat bertindak sebagai stimulan bagi pencernaan dan memperbaiki nafsu makan.

Peranan madu bagi pertumbuhan anak kecil sangat penting karena di dalam madu terdapat asam folat, yaitu suatu asam yang banyak pengaruhnya terhadap mahluk yang sedang tumbuh, karena dapat memperbaiki susunan darah , jumlah erytrosit meningkat, demikian juga kandungan hemoglobin.

Semakin tinggi tingkat teknologi suatu negara, semakin tinggi kesadaran akan arti madu dalam menu masyarakat sehari-hari. Mereka semakin mendambakan lebih banyak mengkonsumsi “natural foods”. Madu buan saja termasuk kategori “natural foods”, tetapi juga dalam “natural health foods”.

Dari berbagai negara yang paling gemar mengkonsumsi madu adalah masyarakat Jerman Barat dan Swiss. Dua negara tersebut negara paling rewel terhadap persyaratan keamanan makanan bagi rakyatnya. Mereka rata-rata mengkonsumsi madu 800 gram 1,4 kg/orang/tahun. Amerika Serikat dan Inggris termasuk lebih rendah konsumsi madunya, yaitu berturut-turut rata-rata 400 – 500 gram dan 250 – 350 gram/orang/tahun.

Berbagai jenis enzim terdapat dalam madu, diantaranya adalah diastase, invertase, katalase, peroksidase dan lipase. Madu adalah jenis makanan alami yang paling tinggi kadar enzimnya. Enzim-enzim katalase berperan memecahkan peroksida, suatu ransum limbah metabolisme (radikal bebas) yang mempercepat proses ketuaan.


Berbeda dengan gula biasa yang terdapat dalam permen atau gula yang dapat merusak gigi (carries) yang diakibatkan oleh tumbuhnya bakteri pembusuk yang disebut bakteri asam laktat, madu mengandung antibiotika. Meskipun pH-nya rendah, tetapi karena kandungan mineralnya tinggi mempunyai potensi bersifat basa, dan karenanya dapat berfungsi sebagai desinfeksi terhadap rongga mulut. Nenek moyang kita sering menganjurkan berkumur madu encer (± 15%) untuk menyembuhkan radang rongga mulut.

Dari hasil berbagai penelitian menyatakan bahwa daya antibakteri madu tidak ada sangkut pautnya dengan kadar gula tinggi maupun rendahnya kadar air, tetapi oleh adanya suatu senyawa sejenis lysozyme yang memiliki daya antibakteri. Senyawa tersebut lebih popular dengan nama ‘inhibine’. Bakteri gram negatif lebih peka terhadap ‘inhibine’ daripada gram positif. Inhibine sangat peka terhadap panas. Pada suhu 600C keaktifan inhibine dalam madu hilang hanya dalam waktu 15 menit.





(Dengan sedikit perubahan redaksional)
Selengkapnya...

Saat Do'aku Dikabulkan...

“K’ Elly, skrg Enie dah pake jlbb bsr, sm dg tmnku yg dng ke rmh saat kk ke sini. T-long blng sm Mama, ya? K-lo skrg aku Insya Alloh tmbh cntk kok, he3x! blng jg jngn marah, K’ Elly dukung Enie ya?”
Itulah bahasa sms yang aku sampaikan kepada kakakku di kampung. Sudah beberapa hari ini, aku ke kampus tidak lagi mengenakan jilbab segitiga, tapi dengan jilbab besar. Pikiranku saat itu, orangtuaku akan marah apalagi Mama, dia mungkin tidak akan setuju dengan keputusanku. Karena setiap kali aku kampung saat libur, aku selalu mengutarakan keinginanku untuk menyempurnakan hijabku (penutup aurat/jilbab), namun Mama tidak pernah mengatakan persetujuannya, yang kudapat hanya mimik protes dari wajahnya yang menandakan bahwa ia tidak setuju. Sedangkan Bapak? Aku tidak pernah berani untuk bicara padanya, jika bukan beliau yang memulai pembicaraan atau bertanya padaku, maka aku tidak akan berkata apa-apa di depannya. Di dalam keluargaku, Bapak adalah sosok yang sangat disegani. Segala keputusan tentang masalah keluarga berada di tangannya. Harapanku mendekati Mama, agar nanti Mama yang bicara pada Bapak.
Aku mengerti tentang sikap Mama, ini karena akulah yang pertama dalam keluarga kami yang akan mengenakan hijab/jilbab bundar sebesar ini. Mereka pasti khawatir jika aku ikut-ikutan pada ajaran yang tidak jelas, yang belum mereka kenal sebelumnya. Sedang saat ini, aku sudah tidak bisa menundanya lagi, keinginanku untuk mengenakan jilbab besar sudah tidak bisa aku bendung lagi, aku rindu pada Rahmat-Nya. Dan betapa aku sangat takut menjadi fitnah, apalagi bagi kaum Adam.
Awal keinginanku yang begitu besar itu lahir pada saat menjenguk seorang akhwat –dia adalah teman satu kajian- di rumah sakit. Saat keluar dari rumah sakit dan bermaksud untuk pulang, bersama dengan seorang akhwat yang alhamdulillaah telah lebih dahulu berjilbab besar, aku menyeberang jalan raya untuk bisa naik kendaraan umum pulang ke rumah. Tiba-tiba, saat di tengah jalan, melintas dua orang pemuda di atas sepeda motor. Pandanganku tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang di antaranya, sekilas ia tersenyum dan mengedipkan matanya. Astaghfirullaah! Aku terkesima kaget, sangat kaget, tidak menyangka. Bagaimana mungkin ia bisa demikian usilnya? Padahal jilbabku sudah jelas sebagai simbol bahwa aku tidak ingin diganggu. Atau mungkin, ini karena jilbabku sama dengan jilbab-jilbab lain yang saat ini sedang menjamur? Yang sering kudengar dijuluki jilbab gaul.
“Yah, begitulah wanita Ukhti (saudariku). Ia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang cantik. Bahkan wanita yang mungkin dipandang jelek sekalipun oleh sebagian mata di seluruh penjuru dunia, akan tetap ada yang memandangnya cantik. Jika tak mampu dan berusaha menjaga diri yang dititipkan oleh-Nya, maka sungguh, yang akan kita dapatkan hanyalah penyesalan yang luar biasa pada suatu saat nanti, saat yang pasti akan datang,” kata akhwat yang kutemani saat kami sudah berada di kendaraan umum.
Ia memandangku sambil tersenyum, “ditambah lagi dengan pintu-pintu fitnah yang teramat banyak,” ia menarik nafas panjang lalu melanjutkan, “inilah yang menjadi fenomena besar di kalangan saudari-saudari kita yang belum menyadari tentang urgennya menutup aurat,” lanjutnya dengan nada suara yang parau.
Aku menunduk bimbang, ragu, serasa ada yang menusuk hatiku tajam. Menyisakan seberkas cemas. “Dek, kalau memang keinginan untuk menyempurnakan hijab yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu sudah terbesit, maka jangan ditunda lagi! Jangan berikan kesempatan kepada iblis mengisi celah-celah keraguan hatimu. Kita harus ingat, bahwa musuh Allah dan Rasul-Nya itu sudah nyata-nyata ingin menjadikan kita, para wanita sebagai alatnya untuk menjatuhkan hamba-hamba Allah ke jurang kehinaan yang dalam,” terngiang lagi nasihat dari seorang kakak akhwat di organisasi rohis kampus tempo hari, bergumul dengan bayangan wajah Mama yang berkata tidak!
Akhirnya, dengan menyebut nama-Nya yang Maha Mulia, kukenakan juga hijab lebar itu, tentang izin Bapak dan Mama itu urusan belakang, tekadku sudah bulat. Berbakti kepada Orangtua adalah perintah-Nya dan menjadi kewajiban penting bagiku, dan hijab juga adalah perintah-Nya, sekaligus juga kewajiban yang penting, aku berada di antara dua pilihan kewajiban yang menurutku untuk lebih mendahulukan dan mengutamakan salah satu da antaranya, tapi bukankah berbakti kepada Orangtua berada di urutan kedua setelah mentaati perintah Allah? Itulah yang menjadi dasar pemikiranku saat itu. Toh, yang kulakukan ini adalah sebuah kebaikan, bukan hanya untukku, untuk semua saudaraku, tapi juga untuk kedua Orangtuaku yang suatu saat nanti akan dimintai pertanggung jawaban atas diriku?
Meskipun demikian, rasa khawatir tetap saja hinggap. Cemas akan bertemu dengan Bapak dan Mama nanti. Apalagi, bulan depan nanti mereka akan datang ke kota ini menjengukku. Untuk itu, aku tidak tinggal diam. Hubunganku dengan akhwat semakin kupererat untuk meneguhkan pilihanku, nasihat selalu kuminta, selalu kusempatkan waktu dalam bermunajat untuk berbisik memohon kepada Robb semesta alam yang pasti lebih mengerti tentang posisi dan kekalutanku. Do’a kupanjatkan di tengah malam yang dianugerahi rahmat, berharap kecemasan ini berakhir indah, karena aku tidak tahu harus meminta kepada siapa selain-Nya, sedangkan yang mampu membolak-balikkan hati manusia secara pasti hanya Dia. Kukirimkan sms kepada kakakku, meminta dukungannya dan agar kakak bisa memberitahu Mama dengan bahasa yang lembut –alhamdulillaah karena Allah telah menganugerahiku kakak yang baik, dan ia mendukung pilihanku- sehingga Mama tidak akan shock melihat keadaanku nanti.
Akhirnya hari itu datang. Pertama kali melihat penampilanku, Bapak dan Mama hanya diam, seakan tidak terjadi perubahan apapun pada diriku. Sedangkan jantungku berdegup kencang, hatiku terus memohon kepada Allah. Bukan karena apa, tapi karena aku sudah tahu resiko apa yang sudah menanti di depan mataku jika Bapak tidak setuju dengan keputusanku ini. Maka yang akan terjadi padaku adalah berhenti kuliah dan kembali ke kampung. Meninggalkan akhwat yang dengan ghirohnya (semangatnya) berdakwah di jalan-Nya. Detik demi detik, menit demi menit, hingga malam pun tak terasa berlalu, tetap saja belum ada reaksi dari kedua Orangtuaku. Menjadikan hatiku semakin kalut di tengah rasa cemas tak tahu harus bagaimana.
Keesokan harinya, saat akan berangkat ke kampus. Bapak sedang duduk di kursi, menikmati siaran berita di TV. Sedang Mama duduk tak jauh dari jendela. Aku keluar dari kamar lengkap dengan jilbab besarku, lalu duduk di lantai di depan TV, atau tepatnya di depan Bapak. Sungguh, tidak akan ada yang menyangka, tiba-tiba saja melintas seorang akhwat bercadar di depan rumah, tepat saat Mama menoleh keluar jendela, yang melahirkan kalimat refleks dari bibirnya.
“Itu temanmu, Nak!” entah Mama bercanda atau bagaimana. Bapak juga ikut menoleh, hendak melihat apa yang barusan dilihat Mama. Setelah itu dia kembali diam dengan posisinya semula. Aku hanya tersenyum menanggapi perkataan Mama.
“Apa kamu tidak merasa panas dengan pakaian seperti itu?” katanya lagi, membuat senyumku semakin melebar.
“Justru seperti itulah pakaian seorang muslimah yang sebenarnya. Dia tidak akan terasa panas karena sudah terbiasa. Saat ini musuh-musuh Islam di Perancis melarang keras muslimah untuk berhijab dan menutup aurat mereka dengan pantas. Dan para kaum muslimin juga semakin gigih berjuang di sana, muslimah tetap memakai dan mempertahankan cadarnya tanpa memperdulikan ancaman dan tekanan pemerintah Perancis. Hanya saja, yang kurang saat ini tinggal wajahnya.” Kata Bapak sambil memandang ke arahku dengan senyum.
Aku terkesima tidak percaya, untuk beberapa saat lamanya aku terdiam. Ya Rabbi benarkah dia Bapakku? Apakah ini kenyataan? Apa aku tidak salah dengar? Subhaanallaah, ingin rasanya aku menangis dan berlari memeluk kaki Bapak, tanda kecintaanku padanya karena Allah. Ternyata selama ini, Bapak tidak seperti yang ada di alam pikiranku. Meski kelihatannya tegas, tapi ternyata dia sangat lembut. Aku lupa kalau Bapak sangat gemar membaca buku-buku agama dan menonton siaran berita di kampung. Aku lupa kalau di rumah, di lemari susun kami, banyak terdapat buku-buku agama di sana, di dalam kaca yang tersusun rapi. Apa selama ini aku sedemikian sibuknya dengan diriku sendiri di kota ini? Hingga melupakan tentang kebiasaan Bapak dan keluargaku yang lain? Mungkin karena yang kuingat hanyalah pesan mereka dulu untuk tampil sewajarnya saja, dengan tetap menjaga hati, karena itulah yang terpenting.
Aku menoleh ke arah Mama, dia tersenyum. “Kami menghargai keputusanmu.” Katanya dengan bahasa bugis yang kedengarannya sungguh teramat indah.
Tak ada yang bisa kulakukan, selain menunduk tersenyum, berucap syukur kepada Allah yang telah mengabulkan do’aku dari arah yang sama sekali tidak aku duga, yang tidak pernah aku sangka sebelumnya. Allah mengaturnya sangat apik. Tapi tetap saja aku tidak mampu berucap, Allah telah membuat aku terkesima, betapa pertolongannya sangat dekat, betapa Dia Maha Mendengar setiap do’a hambanya. Subhaanallaah.
“Alhamdulillaah bini’matihi tatimmush shaalihaat”

(Kisah Ukhti Enie di kota M)
Catatan Redaksi :
Do’a adalah senjata orang-orang yang beriman. Do’a pun merupakan bentuk sebuah ibadah kepada Allah. Oleh karena itu, tidak selayaknya seorang yang beriman meninggalkan do’a kebaikan untuk dirinya baik di dunia dan akhirat. Ujian dan tantangan dalam menjalankan ibadah kepada Allah hampir selalu ada. Di saat cobaan itu sedemikian menyesakkan, tidak sepantasnya seseorang malahan meninggalkan ibadah.
Sebaliknya, hendaknya seorang hamba semakin mendekatkan diri kepada Allah, semakin mengikhlaskan ibadah kepada-Nya dan bersungguh-sungguh dalam berdo’a kepada-Nya. Niscaya cobaan akan segera berlalu, insya’ Allah…
Sumber : Majalah el-Fata Vol. 5 no. II/2005
Website :www.elfata.com
Selengkapnya...